Ibukota Indonesia – Chief Technology Officer AdaKami, Dr. Ming Gu mengungkapkan pemanfaatan Artificial Intelligence juga big data dapat menjadi kunci untuk menjembatani kesenjangan kredit (credit gap) juga meningkatkan inklusi keuangan secara nasional.
Melalui keterangan pers yang mana diterima, Kamis, Gu di sesinya di dalam Tech in Asia Conference 2024, mengungkapkan Kecerdasan Buatan juga big data mampu menjadi solusi jikalau calon peminjam hanya saja mempunyai sedikit rekam jejak kredit formal atau bahkan tidaklah ada sejenis sekali, sebab belum pernah memiliki pinjaman atau mengambil cicilan.
"Jika data biro kredit bukan tersedia, maka sumber data alternatif yang tersebut dapat digunakan untuk menilai kelayakan kredit. Untuk melakukan penilaian juga analisis tersebut, big data menjadi teknologi yang tersebut tepat. Hal ini merupakan inti dari fintech, teristimewa pada aspek teknolog," kata Gu.
Perpaduan antara kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dengan big data dapat menjadi senjata ampuh bagi para pelaku lapangan usaha keuangan untuk menjangkau kemudian melayani penduduk underserved, khususnya di dalam negara dengan bentang geografis kemudian keragaman budaya dan juga latar belakang yang dimaksud luas seperti Indonesia.
Dr. Gu menjelaskan bahwa AdaKami menggunakan sumber data alternatif untuk menganalisis pola lalu perilaku guna mendapatkan deskripsi yang digunakan lebih banyak jelas mengenai skor atau profil kredit calon peminjam.
Meskipun terbilang kompleks apabila dibandingkan dengan metode tradisional, proses ini memungkinkan AdaKami untuk melayani segmen warga yang digunakan tambahan luas secara lebih lanjut efektif, tanpa terlalu bergantung pada data biro kredit.
Selain untuk analisis pola juga perilaku, teknologi juga berperan pada mendeteksi fraud yang digunakan merupakan bagian penting pada mitigasi risiko pada sektor fintech.
“Kami menggunakan teknologi pencegah fraud pada mendeteksi upaya kecurangan berbasis gambar, seperti manipulasi foto kartu identitas dengan menggunakan AI. Kami juga proaktif di upaya pemeliharaan data pribadi dengan memanfaatkan data yang mana didapatkan dari sumber-sumber yang digunakan sah untuk keperluan pemetaan profil klien serta mitigasi risiko," katanya.
Gu menambahkan AdaKami menerapkan langkah-langkah ketat di menjaga privasi data guna meyakinkan bahwa informasi sensitif digunakan secara bertanggung jawab dan juga aman.
Lebih lanjut, Dr. Gu juga berbagi pandangannya mengenai peluang pertumbuhan lapangan usaha fintech lending pada Indonesia. Sebagai salah satu negara dengan populasi terbesar pada dunia, Indonesia miliki peluang yang dimaksud signifikan untuk mengadopsi fintech.
Meskipun begitu, luasnya geografi, ditambah dengan terbatasnya keberadaan lembaga keuangan konvensional secara fisik, sudah lama menjadi penghalang akses layanan kredit bagi kebanyakan rakyat Indonesia, khususnya mereka yang digunakan tinggal dalam area pedesaan.
Di sisi lain tanpa disadari, internet seluler telah lama merevolusi cara publik Indonesia berkomunikasi, bahkan di bertransaksi perbankan. Dengan hadirnya teknologi Teknologi AI juga ponsel, proses pinjam meminjam di dalam sisi konsumen maupun penyedia layanan bisa jadi menjadi lebih besar efisien dengan mitigasi risiko yang mana lebih tinggi baik kemudian dapat menjangkau publik dengan riwayat kredit formal yang digunakan kurang memadai.
“Dengan menggabungkan tingkat penetrasi internet juga smartphone yang dimaksud tinggi pada Indonesia, kami dapat menghadirkan akses layanan keuangan yang digunakan tambahan luas untuk lebih lanjut banyak rakyat Indonesia," katanya.
Terakhir, seiring dengan perkembangan dunia usaha Indonesia yang mana pesat, permintaan kredit nasional juga akan terus meningkat. Dengan memanfaatkan Teknologi AI juga big data, lembaga keuangan akan tambahan siap untuk memenuhi keinginan ini, sekaligus menjamin bahwa peningkatan ekonomi Indonesia memberikan khasiat bagi seluruh warganya, mendekatkan negara ini pada inklusi keuangan yang dimaksud sesungguhnya.