Ibukota Indonesia – Setelah lebih lanjut dari 13 tahun berkecimpung di area dunia grafologi, Gusti Aju Dewi terus berkontribusi untuk mengharumkan nama Indonesia dalam tingkat internasional.
Grafologi adalah ilmu yang dimaksud mempelajari kepribadian seseorang melalui tulisan tangannya. Dalam grafologi, analis atau grafolog dapat menganalisis berbagai elemen tulisan tangan, seperti bentuk huruf, ukuran, spasi, tekanan pena, juga lain-lain.
Gusti Aju sudah menganalisis ribuan tulisan tangan dari berbagai kalangan, termasuk Presiden ke-7 RI Joko Widodo, Dirjen IKP Kominfo Prabu Revolusi, hingga beberapa selebritas, misalnya Kiky Saputri.
Pengalamannya itu membawanya pada pemahaman bahwa setiap manusia miliki prospek unik yang digunakan dapat dikembangkan dan juga analisis grafologi sudah membantu menghapus ilusi inferioritas, menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki kemampuan setara dengan bangsa lain jikalau prospek yang dimaksud diasah dengan baik.
Perjalanan karier
Perjalanan profesionalnya menyebabkan Gusti Aju menjadi salah satu pembicara internasional pada Forum Forensik & Grafologi pada Kampus La Universidad Interamericana para el Desarrollo, Meksiko pada 23–26 September 2024.
Di sana, Gusti Aju yang digunakan pada waktu ini sedang menempuh studi Magister Informatika (Master AI) di area School of Computer Science Universitas Nusa Putra, mengeksplorasi relevansi grafologi di tempat era kecerdasan buatan (AI).
Partisipasinya di dalam Meksiko membuktikan bahwa Indonesia mampu berkontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan pada tingkat internasional.
Menurut beliau kekayaan Indonesia tidak semata-mata terletak pada sumber daya alam, tetapi teristimewa pada sumber daya manusianya. Sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di area dunia lalu bilangan bulat kelahiran yang dimaksud terus bertambah setiap hari, Indonesia mempunyai kemungkinan besar yang tersebut perlu dikembangkan dari sisi sumber daya manusia.
"Saya terdorong untuk terus mengembangkan grafologi dalam tanah air agar setiap individu dapat mengenali kemudian mengasah potensinya. Dengan begitu, kita bisa saja bergerak progresif sama-sama sebagai bangsa yang digunakan kuat," kata beliau melalui siaran pers pada Sabtu.
Untuk mewujudkan hal tersebut, Gusti Aju juga mendirikan ISOG (Indonesian School of Graphologist), sebuah institusi yang dimaksud bertujuan memfasilitasi warga yang tersebut berminat mendalami grafologi secara profesional yang dimaksud didukung oleh beberapa praktisi Grafolog Internasional.
Pengalaman berinteraksi dengan berbagai individu dari di kemudian luar negeri melalui grafologi sudah pernah memberinya keyakinan bahwa tidaklah ada alasan bagi bangsa Indonesia untuk merasa inferior.
"Grafologi menunjukkan bahwa setiap orang miliki keunikan lalu peluang yang dimaksud sama. Ilusi bahwa bangsa lain lebih tinggi unggul adalah hambatan yang tersebut harus kita hilangkan," tuturnya. "Dengan pengembangan diri yang tersebut tepat, kita dapat mencapai prestasi yang identik bahkan lebih lanjut baik."
Persiapan nilai-nilai kebangsaan di tempat Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI telah terjadi memperluas wawasannya tentang prospek luar biasa Indonesia. Pada Hari Sabtu (2/11) ia juga menjadi salah satu pengajar di kuliah umum di tempat Lembaga Pendidikan juga Pendidikan Sekolah Polwan Polri dalam Jakarta.
Dalam kesempatan tersebut, 800 polwan diperkenalkan dengan ilmu grafologi, keterampilan yang digunakan diharapkan dapat mengupayakan tugas merek sebagai aparat penegak hukum.
"Dengan memahami grafologi, para polwan dapat lebih tinggi efektif pada menganalisis tulisan tangan, yang digunakan berguna pada berbagai aspek penyelidikan kemudian pengembangan profil individu," ujar dia.
Partisipasinya pada forum-forum nasional lalu internasional menguatkan keyakinannya bahwa Indonesia mempunyai tempat dalam panggung dunia.
"Dulu, saya merasa negara lain tambahan maju, tetapi pengalaman beberapa kali menjadi pembicara di tempat Amerika serta Meksiko membuktikan bahwa kita mampu bersaing juga berkontribusi secara setara," kata dia.
Gusti Aju yang mana juga anggota IKAL Strategic Center berharap perjalanannya dapat menyokong lebih besar sejumlah warga untuk berani mengembangkan diri dan juga mengharumkan nama Indonesia dalam mata dunia.
"Sebagai manusia, kita semua mempunyai peluang yang mana sama," tegas Gusti Aju yang mana sebelumnya dikenal dengan nama Deborah Dewi.
Meski rakyat sudah pernah mengenalnya selama 13 tahun sebagai pionir grafologi pada Indonesia dengan nama Deborah Dewi, ia merasa sudah ada saatnya untuk kembali ke akar identitasnya dengan nama lahir Gusti Aju Dewi.